Saturday 26 December 2009

Makalah Platyhelminthes

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hewan yang tidak bertulang belakang atau invertebrata terdiri atas beberapa jenis dan golongan. Jika ada yang memiliki rangka, maka rangka itu berbeda dengan rangka biasa yang kita kenal. Umumnya rangka invertebrata tersebut ada di luar menyelubungi tubuhnya.
Hewan-hewan yang tidak bertulang belakang semuanya memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang belakang. Misalnya untuk peredaran darahnya bila kita amati, peredaran darah pada hewan bertulang belakang telah sempurna dengan jantung yang memiliki kamar-kamar dan pembuluh yang mempunyai tugas masing-masing.
Jika ada hewan yang tidak bertulang belakang memiliki peredaran darah tertutup, peredaran darah itu tidak sesempurna peredaran darah katak dan ikan atau hewan bertulang belakang lainnya. Selain peredaran darahnya, sistem pernafasan, pencernaan, dan pengeluarannya pun lebih sederhana. Hal ini berkaitan dengan struktur tubuh vertebrata yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan struktur tubuh invertebrata.
Pada makalah ini saya akan menyajikan satu dari filum yang ada pada hewan tidak bertulang belakang atau invertebrata. Filum yang akan dibahas ini adalah filum platyhelminthes, di mana kita akan membahas mulai dari karakteristik umum dari platyhelminthes hingga peran platyhelminthes dalam kehidupan manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2. Klasifikasi filum Platyhelminthes?
3. Bagaimana daur hidup kelas yang terdapat pada filum Platyhelminthes?
4. Apa peranan Platyhelminthes dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami lebih jauh tentang filum Platyhelminthes dan peranannya dalam kehidupan manusia.
D. Metode Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan yang dituangkan dalam rumusan masalah, sedangkan langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab permasalahan dalam makalah ini adalah Metode Library Research (kepustakaan) yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahasa dalam makalah ini.


BAB II
FILUM PLATYHELMINTHES

A. Pengertian dan Karakteristik Filum Platyhelminthes
Platyhelminthes, asal kata : platy = pipih dan helmins = cacing. Pada platyhelminthes sudah tedapat alat atau organ sederhana seperti pharynx yang bersifat musculer, ocelli dan alat-alat yang lebih kompleks misalnya organ genitalia dan organ excretoria. Namun mereka masih mempunyai systema gastrovasculare seperti diketemukan pada Coelenterata dengan hanya satu muara keluar yang berfungsi baik sebagai mulut maupaun sebagai anus.
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Hidup biasanya di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh Platyhelmintes adalah Planaria. Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus (intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang lagi ke bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Perhatikan gambar susunan saluran pencernaan Planaria berikut ini.
 

Gambar 1. Susunan saluran pencernaan Planaria

1. Sistem Eksresi
Sistem ekskresi pada cacing pipih terdiri atas dua saluran eksresi yang memanjang bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell). Perhatikan gambar sistem eksresi dan sel api Planaria di bawah ini.
   
 
Gambar 2 a) Susunan saluran eksresi pada Planaria; b) Sel api (flame cell)
Platyhelminthes adalah merupakan sebagian besar acelomata yang mempunyai 3 (tiga) lapisan dermoblast, yaitu berturut-turut dari luar ke dalam:
o Ectiderm
o Mesoderm
o Entoderm
Pada Platyhelminthes dari lapisan-lapisan tersebut akan terbentuk alat-alat yaitu dari ectoderm misalnya membentuk epidermis yang selanjutnya akan terbentuk cuticula. Mesoderm membentuk lapisan-lapisan otot, jaringan pengikat dan alat reproduksi. Dan entoderm akan terbentuk gastrodermis.
2. Sistem Saraf
Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Perhatikan gambar sistem saraf Planaria berikut!
   


3. Sistem saraf Planaria  

3. Sistem Reproduksi
Reproduksi pada cacing pipih seperti Planaria dapat secara aseksual dan secara seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dengan regenerasi yakni memutuskan bagian tubuh. Sedangkan reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis. Perhatikan gambar sistem reproduksi Planaria.
   
Gambar 4. Sistem reproduksi Planaria  
Selanjutnya perhatikan gambar reproduksi aseksual Planaria di bawah ini!
   
Gambar 5. Reproduksi aseksual Planaria  
A.Terpotong secara alami
B.Dibelah dua
C. Dibelah tiga
C. Klasifikasi Filum Platyhelminthes
Platyhelminthes (cacing pipih) dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria, Trematoda dan Cestoda. Berikut akan dijelaskan satu-persatu.
1. Kelas Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh bentuk tongkat atau bentuk rabdit (Yunani : rabdit = tongkat). Hewan ini biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut atau tempat lembab dan jarang sebagai parasit. Tubuh memiliki dua mata dan tanpa alat hisap.
Hewan ini mempunyai kemampuan yang besar untuk beregenerasi dengan cara memotong tubuhnya seperti tampak pada gambar 5 di atas. Contoh Turbellaria antara lain Planaria dengan ukuran tubuh kira-kira 0,5 – 1,0 cm dan Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam hari.
Permukaan tubuh Planaria bersilia dan kira-kira di tengah mulut terdapat proboscis (tenggorok yang dapat ditonjolkan keluar) seperti pada gambar berikut.
   

Gambar 6. Proboscis pada Planaria  
 Planaria tubuhnya bersifat fleksibel, dapat memanjang atau memendek atau membelok dalam tiap arah. Planaria hidup di air tawar dalam danau, sungai dan rawa. Mereka menghindari sinar matahari dengan melekat di bawah permukaan batu atau sepotong kayu. 
2. Kelas Trematoda
Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung anterior terdapat mulut dengan alat penghisap yang dilengkapi kait. Tubuh dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan lebar 1cm serta simetris bilateral.
Trematoda termasuk hewan hemafrodit,dan sebagai parasit pada Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada ikan) maupun sebagai endoparasit. Contoh hewan Trematoda adalah :
a) Fasciola hepatica
Cacing hati atau Fasciola hepatica (parasit pada hati domba), dalam keadaan dewasa cacing hati hidup di dalam hepar domba, sapi, babi dan kadang-kadang dalam manusia, cacing ini juga dapat menyebabkan banyak kerugian dalam bidang peternakan. Fasciola hepatica menyerupai Planaria baik dalam bentuk tubuh maupun strukturnya. Tubuhnya berbentuk daun, panjangnya sampai 30 mm.
b) Fasciola gigantica
Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi) dan cacing hati parasit pada manusia (Chlonorchis sinensis) serta Schistosoma japonicum (cacingdarah).
Perhatikan gambar anatomi cacing hati (Fasciola hepatica) berikut!
   
Gambar 7. Anatomi Fasciola hepatica
Daur Hidup Kelas Trematoda
Berikut ini diuraikan mengenai daur hidup beberapa jenis cacing yang termasuk kelas Trematoda.
• Cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba. Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah, telur ini akan menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularis-rubigranosa).
• Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam tubuh siput selama + 2 minggu).
• Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini berlangsung secara partenogenesis.

• Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya yang disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
• Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama. Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica.
• Apabila rumput tersebut termakan oleh domba, maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa di sana untuk beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.
   

Gambar 8. Tahap perkembangan larva Fasciola hepatica
Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah yaitu:
1. Inang perantara yaitu siput air

2. Inang menetap,yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.





Perhatikan gambar daur hidup Fasciola hepatica berikut:
   

Gambar 9. Daur hidup Fasciola hepatica
a. Daur hidup Chlonorchis sinensis
Daur hidup Chlonorchis sinensis sama seperti Fasciola hepatica, hanya saja serkaria pada cacing ini masuk ke dalam daging ikan air tawar yang berperan sebagai inang sementara. Struktur tubuh Chlonorchis sinensis sama seperti tubuh pada Fasciola hepatica hanya berbeda pada cabang usus lateral yang tidak beranting.
b. Daur hidup Schistosoma japonicum (cacing darah)
Cacing darah ini parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan binatang pengerat lainnya.Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih ramping. Cacing jantan panjangnya 9 – 22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah 14 – 26 cm.
   
Gambar 10. Schistosoma japonicum jantan dan betina 
Selanjutnya diuraikan tentang daur hidup Schistosoma japonicum.
• Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian menuju ke poros usus (rektum) dan ke kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur keluar bersama tinja dan urine.
• Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk ke dalam tubuh siput. Kemudian dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang berekor bercabang. Serkaria dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman atau menembus kulit dan dapat menimbulkan penyakit Schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini menyebabkan kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limpa, kantong urine dan ginjal.
3. Kelas Cestoda 
  Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 - 3m dan terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat pengisap. Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Tubuhnya satu strobila tertutup oleh cuticula yang tebal; tidak berpigmen; tidak mempunyai tractus digestivus atau alat indera dalam bentuk dewasanya. Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.

Banyak tipe-tipe cacing pita hidup di dalam intestinum dari hampir semua hewan-hewan Vertebrata. Species dari genus Taenia hidup sebagai bentuk dewasa di dalam tractus digestivus manusia. 
Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan. Sistem eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api. Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang.
 
Contoh Cestoda yaitu:
a) Taenia saginata (dalam usus manusia)
b) Taenia solium (dalam usus manusia)
c) Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam)
d) Echinococcus granulosus (dalam usus anjing)
e) Dipylidium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa)
Daur Hidup Kelas Cestoda
Selanjutnya akan diuraikan beberapa dari cacing pada kelas Cestod, antara lain:

a. Taenia saginata
  Cacing ini parasit dalam usus halus manusia. Perbedaannya dengan Taenia solium hanya terletak pada alat pengisap dan inang perantaranya. Taenia saginata pada skoleksnya terdapat alat pengisap tanpa kait dan inang perantaranya adalah sapi. Sedangkan Taenia solium memiliki alat pengisap dengan kait pada skoleksnya dan inang perantaranya adalah babi.

Daur hidup Taenia saginata
  Dalam usus manusia terdapat proglotid yang sudah masak yakni yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio). Telur yang berisi embrio ini keluar bersama feses. Bila telur ini termakan sapi, dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster. Larva onkoster menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut Cysticercus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut Cysticercus (sistiserkus). Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi mentah atau setengah matang.
Dinding Cysticercus akan dicerna di lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada usus manusia. Kemudian larva akan tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur. Bila proglotid masak akan keluar bersama feses, kemudian termakan oleh sapi. Selanjutnya telur yang berisi embrio tadi dalam usus sapi akan menetas menjadi larva onkoster. Setelah itu larva akan tumbuh dan berkembang mengikuti siklus hidup seperti di atas. Perhatikan gambar daur hidup Taenia saginata berikut!
   

Gambar 21. Daur hidup Taenia saginata

b. Taenia solium
  Daur hidup Taenia solium sama dengan daur hidup Taenia saginata, hanya saja inang perantaranya adalah babi. Sedangkan kista yang sampai di otot lurik babi disebut Cysticercus sellulose.
c. Coanotaenia infudibulum
  Cacing pita lainnya adalah Coanotaenia infudibulum yang parasit pada usus ayam tetapi inang perantaranya adalah Arthropoda antara lain kumbang atau tungau.

Penyakit Pada Manusia Akibat Cestoda
Nama Ilmiah Tempat Infeksi Distribusi
Diphylllobothrium latum Small Intestine Argentina, Europe, Japan, Siberia,
Great Lakes area USA
Taenia saginata Small Intestine Di seluruh dunia
Taenia solium Small Intestine Di seluruh dunia
Hymenolepis nana Small Intestine Di seluruh dunia



E. Peranan Platyhelminthes bagi Kehidupan Manusia
Pada umumnya Platyhelminthes merugikan, sebab parasit pada manusia maupun hewan, kecuali Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Agar terhindar dari infeksi cacing parasit (cacing pita) sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain:
 memutuskan daur hidupnya,
 menghindari infeksi dari larva cacing
 tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat),dan
 tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang). 






















BAB III
PENUTUP

Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Hidup biasanya di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel.
1. kelas Turbellaria
Semua cacing berambut getar yang termasuk tubellaria hidup secara bebas. Sebagian besar hewan yang termasuk mempunyai susunan tubuh yang sederhana. Cacing-cacing ini dapat kita temukan pada tanah-tanah lembab dan juga di perairan baik asin maupun tawar.
2. kelas Trematoda
Semua anggota kelas ini hidup secara parasit. Cacing menghisap makanan dari inang dengan mempergunakan batil penghisap yang terdapat di permukaan ventral. Kebanyakan larva dari cacing ynag termasuk termatroda hidup secara parasit. Inang yang ditumpangi larva berbeda dengan inang yang ditumpangi cacing dewasa. Inang dari larva biasanya siput-siputan. Cacing hati merupakan parasit yang berbahaya bagi domba dan lembu. Schistosoma dan cacing paru-paru merupakan parasit yang berbahaya bagi manusia yang hidup di daerah tropis.
3. kelas Cestoda
Cestoda atau cacing pita juga hidup secara parasit. Cacing pita dewasa hidup di dalam usus inang dan menghisap sari makanan. Bentuk Cestoda seperti pita terdiri dari untaian progtogled masing progtogled hidup sendiri. Untaian progtogled dapat mencapai panjang lebih dari 30 meter.
Dalam siklus hidupnya sebagian besar cacing pita membutuhkan dua atau lebih inang. Kalau daging yang mengandung cacing pita tidak dimasak sempurna kemudian termakan oleh orang, maka orang tersebut akan terserang cacing pita. Cacing pita tidak memiliki alat pencernaan dan indra. Dalam evolusi mungkin hewan ini hasil perkembangan dari cacing pita yang hidup secara bebas. Dalam proses perkembangannya, alat pencernaan dan alat indera tidak lagi sesuai dengan cara hidup parasit.
 
Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji dan puja penyusun panjatkan kepada Allah SWT., karena atas izin dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Platyhelminthes”. Shalawat serta salam kami haturkan pada baginda Rasul Muhammad Saw., yang menuntun kami pada jalan kebenaran.
 Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Zoologi Invertebrata yang telah mencurahkan ilmunya pada kami. Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam makalah ini.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin..


Bandung, November 2009




























Makalah Belajar dan Pembelajaran

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Sedangkan makna perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya menentukan tujuan, metoda, isi, dan program yang akan diwujudkan dalam sebuah proses pembelajaran.
Pentingnya perencanaan pembelajaran dapat kita simak dengan melihat pernyatanan Nana Sudjana (1989) sebagai berikut:
Mengingat pelaksanaan Pembelajaran adalah mengkoordinasikan komponen-komponen pengajaran, maka isi perencanaan pun pada hakekatnya mengatur dan menetapkan komponen-komponen tersebut. Komponen yang dimaksud antara lain tujuan, bahan, metoda dan alat, serta evaluasi.
Kemudian, pernyataan Slameto (1988:95) bahwa: “…. Guru akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum mengajar”.
Sehingga perencanaan pembelajaran adalah sebuah alat menuju pelaksanaan pembelajaran di masa depan yang kita inginkan agar pembelajaran itu terjadi sesuai dengan keinginan perencana atau pendidik.
Lalu, dalam perencanaan pembelajaran perlu diperhatikan delapan factor penting, yaitu:
1. Tujuan; untuk apa pembelajaran itu?
2. Meteri; apa isi pembelajaran?
3. Metoda; bagaimana prosedur (tatacara) pembelajaran itu?
4. Situasi; apa yang terjadi ada saat pembelajaran?
5. Media; apa saja alat atau fasilitas pembelajaran itu?
6. Pendidik; guru, fasilitator, mentor, dan lainnya
7. Peserta didik; peserta didik, murid, anak didik, dan lainnya.
8. Evaluasi; penilaian hasil pembelajaran.
Delapan faktor di atas harus ditentukan dalam sebuah rencana pembelajaran agar pembelajaran menjadi sebuah aktifitas yang komplit dan efektif.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan pendidikan.
Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep-konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal yang mereka temukan tersebut.
Namun, apakah teori belajar yang demikian terkenal itu merupakan teori belajar yang baik, terutama jika indikasinya untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif membelajarkan manusia.
Berikut adalah tiga teori belajar yang terkenal, yaitu: 1). Teori belajar behavioristik; 2). Teori belajar kognivistik; 3). Teori belajar konstruktivistik, pada pembahasan makalah kali ini kami akan membahas dua teori belajar yakni Teori Behavioristik dan Teori Kognivistik. 
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan belajar menurut teori behavioristik dan teori kognivistik?
2. Teori-teori belajar apa saja yang dilahirkan dari masing-masing aliran atau pandangan tersebut?
3. Teori manakah yang cocok untuk belajar MIPA atau biologi?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui teori belajar menurut pandangan teori behavioristik dan teori kognivistik.
2. Mengetahui teori-teori belajar dari kedua teori belajar tersebut.
3. Mengetahui teori mana yang cocok dalam belajar MIPA khususnya biologi. 


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan. 
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
B. Teori-Teori Belajar Behavioristik
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
1. Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
2. Teori Conditioning Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
3. Teori Conditioning Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
4. Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
5. Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
C. Pengertian Belajar Menurut Teori Kogntivistik
Psikologi kognitif dianggap sebagai perpaduan antara Psikologi Gestalt dan psikologi behaviorisme. Dari sejarahnya diketahui bahwa perkembangan psikologi kognitif berawal dari hijrahnya Kurt Lewin ke Amerika Serikat karena kejaran NAZI Jerman menjelang Perang Dunia II. Di Amerika Serikat,dari universitas-universitas tempatnya bekerja di Iowa dan Massachussets, Lewin menyebarkan teori-teori Gestalt yang telah dikembangkannya menjadi teori lapangan.
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Dengan kata lain teori belajar ini mengemukakan konsep dimana seorang manusia yang memiliki otak dengan dilengkapi akal pikirannya dapat diberikan kemampuan berpengetahuan dengan pembiasaan menghapal dan mengingat apa yang harus diketahui.
Sehingga, keinginan kognitivisme, bahwa manusia harus berpengetahuan, manakala diberikan pengetahuan oleh orang lain dan harus dihapal agar pengetahuan itu bisa dimiliki olehnya. Transformasi pengetahuan sering menjadi andalan dalam teori belajar kognitivisme
D. Teori-Teori Belajar Kognitivistik
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:
No Piaget Brunner Ausubel
1






2 Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa 


Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Asimilasi
b. Akomodasi
c. Equilibrasi Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa

Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Enaktif (aktivitas)
b. Ekonik (visual verbal)
c. Simbolik Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru

Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a. Memperhatikan stimulus yang diberikan
b. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian

E. Teori Yang Cocok Untuk Belajar MIPA Khsusnya Biologi
Untuk mengetahui manakah teori yang cocok untuk proses belajar mengajar MIPA dalam hal ini mata pelajaran biologi perlu kiranya kita menganalisa kedua teori tersebut.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):
• Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya
• Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
• Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
• Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif
Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:
o Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
o Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks
Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
 Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
 Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
 Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
 Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah
 Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Setelah kita coba untuk menganalisa kedua teori di atas kedua-duanya meiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga teori manapun yang di pakai oleh seorang pendidika yang terpenting adalah tujuan yang ingin di capai dari suatu pembelajaran tercapai dengan baik. 

DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and Teaching ini Higher Education. London: Paul Chapman Publising
Seels, Barbara B. & Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Penerjemah Dewi S. Prawiradilaga dkk. Jakarta: Kerjasama IPTPI LPTK UNJ.
Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali.
Terry Anderson & Fathi Elloumi (Eds.). 2004. Theory and Practice of Online Learning. Canada. Athabasca University.
http://asnaldi.multiply.com
http://madziatul.blogspot.com
http://penchenk.blogspot.com





Makalah Teori Kepribadian

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai kepribadian baik, khususnya seorang pendidik. Seorang pendidik harus memiliki kepribadiannya yang baik, baik dalam hal berbicara, berpakaian dan sebagainya.
Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pendidik yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari.
Selain itu teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan sekitar “apa”, ”bagaimana”, dan ”mengapa” tentang tingkah laku manusia.
Maka dari pada itu, penulis akan membahas lebih jauh tentang pengenalan teori-teori kepribadian. 

1.1. Rumusan Masalah
Adapun yang melatar belakangi masalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kepribadian ?
2. Sebutkan teori-teori kepribadian ?
3. Sebutkan fungsi teori kepribadian?
4. Apa yang mempengaruhi pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian ?
5. Sebutkan tipe-tipe kepribadian ?
6. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepribadian ?

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini, adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian kepribadian;
2. Untuk mengetahui teori-teori kepribadian; 
3. Untuk mengetahui fungsi teori kepribadian; 
4. Untuk mengetahui pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian;
5. Untuk mengetahui tipe-tipe kepribadian; dan
6. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk kepribadian.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepribadian
Berikut ini pengertian kepribadiaan menurut beberapa tokoh :
 Kelly (dalam Koeswara, 1991) kepribadian diartikan sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.
 Wheeler (dalam Patty, 1982) kepribadian adalah pola khusus atau keseimbangan daripada reaksi-reaksi yang teratur yang menampakkan sifat khusus individu diantara individu-individu yang lain. 
 Sigmund Freud sang pendiri aliran Psikoanalisa (dalam Koeswara, 1991) memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id (dorongan, atau nafsu), Ego (diri) dan superego (nilai yang diintroyeksikan melalui pendidikan). Menurutnya tingkah laku, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut.
Kepribadian merupakan ciri khusus yang terdapat pada seseorang sehingga orang tersebut memiliki kelebihan dimata orang lain dan merupakan proses pendewasaan. 
2.2 Teori-Teori Kepribadian
• Teori Kepribadian Psikoanalisis
  Dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, dan superego. Ide bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi konflik antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu. 
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego bukannya menghadapi konflik antara id dan superego, melainkan harus mengelola dorongan-dorongan yang datang dari ketidak sadaran kolektif (yang berisi naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa generasi yang lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi yang diredam dalam ketidaksadaran. Berbeda dengan Freud, Jung tidak mendasarkan teorinya pada dorongan seks. Bagi Erikson, misalnya meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan superego, menurutnya, yang terpenting bukannya dorongan seks dan bukan pula koflik antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada teori Freud, dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dari pada dorongan seksual.

• Teori-Teori Sifat (Trait Theories) 
 Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi. Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi (personal disposition). Sifat umum adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya. Kecenderungan pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada dalam diri individu. Dua orang mungkin sama-sama jujur, namun berbeda dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Orang pertama, karena peka terhadap perasaan orang lain, kadang-kadang menceritakan “kebohongan putih” bagi orang ini, kepekaan sensitivitas adalah lebih tinggi dari kejujuran. Adapun orang orang kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain. Orang mungkin pula memiliki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin berhati-hati karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan hidup. Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya adalah teori-teori dari Willim Sheldom.
  Teori Sheldom sering digolongkan sebagai teori topologi. Meskipun demikian ia sebenarnya menolak pengotakkan menurut tipe ini. Menurutnya, manusia tidak dapat digolongkan dalam tipe ini atau tipe itu. Akan tetapi, setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen fisik yang berbeda menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang disebutnya sebagai somatotipe. Menurut Sheldom ada tiga komponen atau dimensi temperamental adalah sebagai berikut :
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran, lamban, santai, pandai bergaul. 
b. Somatotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat- sifat seperti berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh.
 c. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila sedang di rundung masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur.

• Teori Kepribadian Behaviorisme 
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya. Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Tekhnik tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 
1) Pengekangan fisik (psycal restraints) Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik. Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang telah menghina ita agar tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik. 
2) Bantuan fisik (physical aids) Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
 3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions), Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab. Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen dari hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri. 
4) Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions) Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik meditasi untuk mengatasi stress. 
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses) Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
 6) Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement) Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan menonton film yang bagus. 
7) Menghukum diri sendiri (self punishment) Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar kembali dengan giat.
 
• Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku. Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.

2.3 Fungsi Teori Kepribadian
Sama seperti teori ilmiah pada umumnya yang memiliki fungsi deskriptif dan prediktif, begitu juga teori kepribdian. Berikut penjelaskan fungsi deskriptif dan prediktif dari teori kepribadian. 
1. Fungsi Deskriptif
Fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadian dalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.
2. Fungsi Prediktif
 Teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.

2.4 Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk Kepribadian 
Kita dapat membedakannya dalam dua golongan : 
1) Pengalaman yang umum
Yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup. 
Hal ini disebabkan karena: 
a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan pendapat yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya. 
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri. 

2) Pengalaman yang khusus
Yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayahnya, bintang film kesayangannya, tokoh politik favoritnya dan sebagainya. Kalau kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai remaja itu menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita gangguan- gangguan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting sekali diusahakan agar remaja dapat menentukan sendiri identitas dirinya dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang lain untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri.

2.5 Tipe Kepribadian
Menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah. tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(k) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.
2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya :
• Faktor dasar atau Faktor Bawaan
Ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan. Kejiwaan yang berwujud fikiran, perasaan, kemauan, pantasi, ingatan, dan sebgainya yang dibawa sejak lahir, ikut menentukan pribadi seseorang. Keadaan jasmanipun demikian pula. Panjang pendeknya leher, besar kecilnya tengkorak, susunan urat syaraf, otot-otot, susunan dan keadaan tulang-tulang, juga mempengaruhi pribadi manusia.
 
• Faktor Luar dan Faktor Lingkungan
Ialah segala sesuatu yang dan diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Semuanya itu ikut serta membentuk pribadi seseorang yang berda didalam lingkungan itu. Ddengan demikian maka si pribadi itu dengan lingkungkungannya menjadi saling berpengaruh. Si pribadi dipengaruhi lingkungan dan li9ngkungan dirubah oleh si pribadi.
Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian :
1) Aliran Nativisme 
Aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar. Aliran ini disokong oleh aliran naturalisme yang ditokohi oleh J.J. Rousseau, yang berpendapat bahwa: Segala yang suci datang dari tangan Tuhan, rusak di tangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada didalam keadaan yang suci, tetapi karena didik oleh manusia, mqlah menjadi rusak. Ia bahkan kenal dengan segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri, dan sebagainya.
Di dalam keadaan sehari-hari sering juga dapat kita lihat adanya orang-orang yang hidup dengan bakatnya, yang telah dibawa sejak lahir, yang memeng sukar sekali dihilangkan dengan pengaruh dengan apapun juga.

2) Aliran Empirisme
Aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah lebih kuat dari pada pembawaan manusia. 
Aliran ini di sokong oleh J.F. Herbart dengan teori Psikologi Asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu masih kosong. Baru akan berisi sesuatu bila alat inderanya telah dapat menangkap sesuatu, yang kemudian diteruskan oleh urat syarafnya, masuk didalam kesadaran, yaitu jiwa. Didalam kesadaran ini hasil tangkapan itu tadi meninggalkan bekas. Bekas ini disebut tanggapan. Makin lama alat indera yang dapat menangkap rangsang dari luar ini makin banyak dan semuanya itu menggalkan tanggapan. Didalam kesadaran ini tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak menolak. Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang sejenis, sedangkan yang tolak-menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis.
Didalam kehidupan sehari-hari juga dapat kita saksikan kebenaran aliran tersebut. Misalnya kita yang waktu kecil belum dapat apa-apa setelah bersekolah, kita dapat mengetahui apa yaang dikerjakan oleh guru kita. Kita dapat membaca, menggambar, berhitunhg, dan sebagainya itu merupakan pengaruh dari luar.

3) Aliran Konfergensi (teori perpaduan)
Aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh. Bakat yang ada pada anak, ada kemungkinan tidak akan berkembang kalu tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Demikian pula pengaruh dari lingkungan juga tidak akan dapat berfaedah apabila tidak ada yang menanggapi di dalam jiwa manusia. Hasil perpaduan (aliran Nativisme dan empirisme) itu digambarkan oleh W. Stern sebagai garis diagonal dari suatu jajaran genjang. Tentang kekuatan yang manakah yang lebih menentukan, tentu saja bergantung kepada faktor manakah yang lebih kuat diantara kedua faktor teersebut. Misalnya seorang anak yang berbakat melukis, dia akan selalu menujukkan bakatnya disetiap saat. Demikian pula anak yang berbakat lainnya, sekalipun ia mendapatkan rintangan dari luar. Tetapi sebaliknya bila anak tersebut tidak berbakaat tekhnik, sekalipun diajarkan kepadanya pengetahuan tentang tekhnik sampai keperguruan tinggi sekalipun, ia tetap tidak akan tertarik. Ia hanya akan dapat melakukannya seperti apa yang dicontohkannya. Ia tidak tertarik dan tidak akan mendalaminya sehingga karena itu hasil kerjanyapun tidak akan memuaskan.

BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Kepribadian adalah ciri khusus yang terdapat pada seseorang sehingga orang tersebut memiliki kelebihan dimata orang lain dan merupakan proses pendewasaan. 
Adapun teori-teori kepribadian diantaranya adalah: 1) Teori Kepribadian Psikoanalisis, dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah ide, ego, dan superego; 2) Teori-Teori Sifat (Trait Theories), Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu; dan 3) Teori Kepribadian Behaviorisme, menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. 4) Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku
Fungsi Teori Kepribadian diantaranya : 1) Fungsi Deskriptif, fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadian dalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.; 2) Fungsi Prediktif, teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.
Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk Kepribadian, dapat membedakannya dalam dua golongan yaitu: 1) Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. 2) Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat. 
Tipe Kepribadian, menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
(k) tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(l) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya: 1) Faktor dasar atau faktor bawaan ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan; 2) Faktor Luar; atau faktor lingkungan ialah segala sesuatu yahg da diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian, yaitu: (a) Aliran Nativisme, aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar; (b) Aliran Empirisme, aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya; (c) Aliran Konfergensi (teori perpaduan), aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh.
 
DAFTAR PUSTAKA

• Sujianto, Agus, dkk. 19984. Psikologi Kepribadiaan. Surabaya : Bumi Aksara.
• Hall’ Calvin S., dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI)
• http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/psikologi-kepribadian.html
• http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/Sutisna%20Senjaya%20%C2%BB%20Blog%20Archive%20%C2%BB%20Konsep%20Belajar%20(2).html
• http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/29/teori-kepribadian/







Daftar Makalah